Foto: Prof. Phillip
PIM
Jakarta - Mencermati gejolak politik yang hebat di Timur Tengah dan Afrika Utara saat ini, banyak pihak yakin bahwa hal itu tidak akan berdampak banyak ke Negara Maroko, salah satu negara di Afrika Utara yang berbatasan langsung dengan Aljazair. Prof. Dr. Philip, seorang penasehat kongres Amerika Serikat juga meyakini hal yang sama. Dia berpendapat bahwa Maroko sangat berbeda dengan negara-negara tetangganya yang sedang dilanda demonstrasi besar-besaran menuntut pengunduran diri para pemimpin mereka.
“Ketika 15 tahun yang lalu saya mengunjungi negara itu, saya masih ingat, saat mengijakkan kaki di tanah Maroko, saya terpana, wah… ini jauh sekali dari apa yang saya tahu selama ini,” ujar Philip saat memberikan keterangannya tentang Maroko dan pergolakan di Afrika Utara dalam suatu jumpa pers beberapa waktu lalu di Jakarta, Senin malam (7/3/2011).
Sebagaimana diketahui, Maroko merupakan bekas jajahan Spanyol dan Perancis, membuat rakyat Maroko sungguh berbeda dengan masyarakat benua Afrika lainnya. Mereka umumnya berkulit putih seperti bangsa Eropa, hidung mancung, bola matanya hitam dan biru serta berperawakan seperti halnya bangsa-bangsa Asia umumnya.
“Negara Maroko ini bukan seperti negara-negara Afrika yang banyak kita kenal selama ini. Lebih banyak menganut sistim seperti Spanyol,” imbuh Philip.
Philip yang tidak fasih berbahasa Indonesia mengaku semakin penasaran. Ternyata di Maroko orang sangat menikmati hidupnya karena raja sangat peduli kepada rakyat. “Saya bisa menari dan bernyanyi dengan bebasnya seperti di Hawaii, Amerika Serikat negara saya,” katanya dalam bahasa Inggris.
Ia menambahkan juga, “Sebagai orang kristen, saya juga bisa ke gereja dengan bebas. Sungguh luar biasa, terlihat hubungan antar umat beragama terjaga dengan sangat baik.” Hal ini diaminkan oleh Duta Besar Maroko, Mohamed Majdi, dan Ketua Sahabat Maroko Teguh Santosa yang melakukan kajian penelitian khusus tentang Maroko beberapa tahun lalu.
Di Maroko, pendidikan merupakan hal utama. Berdasarkan hasil verifikasi lapangan yang dilakukan penulis tahun lalu di Maroko, melalui berbagai ragam program pihak Kerajaan Maroko memberikan fasilitas pendidikan gratis kepada seluruh rakyatnya, sekolah gratis hingga jenjang S-3 di universitas.
Melihat kondisi ril di Maroko, Philip yakin negara tersebut tidak akan terkena imbas dari gempa politik yang terjadi di negara-negara tetangganya. “Raja tahu apa yang diinginkan rakyatnya, karena itu ia dicintai rakyatnya,” ungkap Philip.
Selain itu, seperti banyak diketahui, raja-raja Maroko seperti King Muhammad VI menyelesaikan pendidikannya di Eropa dan menguasai 4 bahasa lainnya. Maka tidak heran jika sistim pemerintahan demokrasi yang dianut oleh bangsa-bangsa Eropa sudah dikembangkan di Maroko sejak pemerintahan King Muhammad IV.
Hubungan diplomatik Indonesia dan Maroko sudah 50 tahun terjalin. Kepala negara pertama yang mengunjungi Maroko setelah kemerdekaannya adalah Presiden I Republik Indonesia, Soekarno di tahun 1960. Persahabatan itu diabadikan pada nama beberapa jalan di jantung kota Rabat, ibukota negara Maroko, diantaranya Jl. Soekarno, Jl. Jakarta, Jl. Bandung yang masih masih terawat baik hingga saat ini.
Keterangan foto: Prof. Dr. Philip, penasehat kongres Amerika Serikat
No comments:
Post a Comment